JAKARTA, KlikGenZ — Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan pelaksanaan Pemilu nasional dan Pemilu lokal. Menurut putusan tersebut, Pemilu nasional yang meliputi pemilihan presiden-wakil presiden, anggota DPR, dan DPD, akan digelar terpisah dari Pemilu lokal yang mencakup Pilkada serta pemilihan anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota.
Berdasarkan amar putusan, Pemilu lokal baru bisa dilaksanakan paling cepat dua tahun atau paling lambat dua tahun enam bulan setelah pelantikan presiden, wakil presiden, dan anggota DPR/DPD hasil Pemilu nasional.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menyoroti pentingnya kepastian dan prediktabilitas dalam tahapan Pemilu. Menurutnya, tahapan yang jelas dan terencana dapat meminimalisir persoalan saat pelaksanaan.
“Pemilu itu seharusnya bisa diprediksi dari prosesnya, walaupun hasilnya tidak bisa ditebak. Predictable in process, unpredictable in result,” ujar Bagja dalam diskusi di DPR, Jumat (4/7).
Soroti Inkonsistensi Putusan MK
Dalam kesempatan tersebut, Bagja turut menyinggung putusan MK sebelumnya, yakni Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, yang dinilai memicu polemik karena diambil di tengah tahapan Pemilu yang sedang berjalan. Putusan itu mengubah syarat usia minimal calon presiden/wakil presiden, yang memungkinkan Gibran Rakabuming Raka maju sebagai cawapres Prabowo Subianto meski belum genap 40 tahun.
“Putusan itu keluar di tengah proses tahapan pencalonan, mendadak mengubah syarat usia calon. Ini memicu kegaduhan dan ketidakpastian dalam tahapan yang sedang berlangsung,” tegas Bagja.
Ia mengaku Bawaslu saat itu langsung berkoordinasi dengan KPU untuk menyikapi dampak dari putusan MK tersebut. Ia juga menilai Mahkamah Konstitusi semestinya menahan diri agar tidak memicu perubahan mendadak dalam proses politik yang sedang berjalan.