Anggaran Bansos Naik Tapi Angka Kemiskinan Tak Turun Signifikan, Ini Sebabnya

Redaksi
Foto: Infografis/Infografis pulau di Indonesia Dengan angka kemiskinan tertinggi/Aristya Rahadian Krisabella

“Belum lagi soal bansos yang salah sasaran, serta adanya penyimpangan yang membuat bantuan tidak berfungsi efektif sebagai penopang hidup kelompok rentan,” tambahnya.

Sementara itu, Manajer Riset Seknas FITRA, Badiul Hadi, menilai bahwa persoalan utama terletak pada buruknya akurasi data penerima bantuan. Ia menyebut kesalahan inklusi dan eksklusi dalam penyaluran bansos masih tinggi karena data tidak diperbarui secara berkala, serta minimnya integrasi dengan program pemberdayaan jangka panjang.

“Selama bansos masih bersifat karitatif dan pendek umur, tanpa intervensi ekonomi yang transformatif, maka kita hanya mengulang siklus ketergantungan,” tegas Badiul.

Lebih lanjut, ia juga mengkritik penggunaan garis kemiskinan nasional yang dinilai belum sesuai dengan standar internasional. “Indonesia sudah masuk kategori negara berpendapatan menengah atas menurut Bank Dunia. Tapi kita masih pakai garis kemiskinan yang terlalu rendah. Seharusnya disesuaikan ke Rp1,5 juta per kapita per bulan agar kebijakan lebih tepat sasaran,” jelasnya.

Baca Juga  Cuaca Dingin Bukan karena Aphelion, Ini Penjelasan BMKG

Pandangan senada disampaikan Peneliti Next Policy, Shofie Azzahrah. Ia menilai perlambatan ekonomi dan meningkatnya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) belakangan ini menjadi faktor yang turut memperparah situasi.

“Bansos bukan solusi jangka panjang. Harus ada transformasi menuju program yang berbasis pemberdayaan, memperluas akses ekonomi, dan mendorong peningkatan kapasitas manusia agar masyarakat bisa mandiri secara finansial,” pungkas Shofie. (*)