KUALA LUMPUR | KlikGenZ – Kematian tragis Zara Qairina Mahathir, siswi berusia 13 tahun di Sabah, Malaysia, terus memicu gelombang pertanyaan dan kemarahan publik. Peristiwa yang semula disebut akibat jatuh dari lantai tiga asrama sekolah ini kini berubah menjadi kasus penuh tanda tanya, diperburuk oleh dugaan kurangnya transparansi aparat dalam penyelidikan awal.
Zara, pelajar Sekolah Menengah Kebangsaan Agama (SMKA) Tun Datu Mustapha, ditemukan tak sadarkan diri di selokan kompleks sekolah pada dini hari 16 Juli 2025. Ia sempat dirawat di Rumah Sakit Queen Elizabeth I, namun mengembuskan napas terakhir keesokan harinya. Pemakaman dilakukan tanpa autopsi, keputusan yang memicu kecurigaan dan kritik tajam masyarakat.
Kecurigaan keluarga baru menguat setelah sang ibu melihat memar di punggung Zara saat memandikan jenazah. Temuan itu memicu laporan resmi ke polisi beberapa hari kemudian. Publik pun ramai membicarakan kemungkinan adanya perundungan (bullying) hingga dugaan keterlibatan pihak berpengaruh, meski kebenarannya belum terverifikasi.
Di tengah sorotan media, Perdana Menteri Anwar Ibrahim menegaskan komitmennya untuk mengusut kasus ini secara “cepat dan transparan” tanpa pandang bulu. Tekanan publik akhirnya membuat Kejaksaan Agung Malaysia memerintahkan pembongkaran makam pada 8 Agustus demi autopsi post-mortem.
Autopsi yang berlangsung selama delapan jam di Rumah Sakit Queen Elizabeth I itu menemukan tanda-tanda cedera pada tubuh Zara, seperti diungkapkan tim pengacara keluarga, Shahlan Jufri dan Mohd Luqman Syazwan Zabidi. Namun, mereka menahan detail hasilnya hingga laporan resmi dirilis.
Sementara itu, kepolisian memastikan penyelidikan masih berlangsung, termasuk menelusuri dugaan perundungan. Publik Malaysia kini menanti jawaban yang jelas: apakah kematian Zara murni kecelakaan tragis, atau ada cerita kelam yang selama ini tersembunyi di balik dinding asrama.(*detik)