News  

Putusan MK: Pengunduran Diri Caleg Terpilih Harus Konstitusional

MK menilai bahwa batasan dalam pengunduran diri calon terpilih diperlukan untuk menjaga prinsip kedaulatan rakyat dalam pemilu.

Anggota polisi berjalan di depan gedung Mahkamah Konstitusi saat melakukan pengamanan sidang pengucapan putusan sela (dismissal) sengketa Pilkada 2024 di Jakarta, Selasa (4/2/2025). Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTO

Jakarta, KlikGenZ – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan yang dilayangkan oleh Adam Imam Hamdana beserta tiga rekannya, yakni Wianda Julita Maharani, dan Adinia Ulva Maharani yang merupakan mahasiswa. Yang dikabulkan yakni terkait syarat anggota DPR dan DPRD terpilih mundur dari jabatannya.

MK menyatakan, pengunduran diri caleg terpilih dapat dibenarkan sepanjang pengunduran diri dimaksud dilakukan untuk menjalankan tugas negara yang lain seperti diangkat atau ditunjuk untuk menduduki jabatan menteri, duta besar, atau pejabat negara/pejabat publik lainnya.

Artinya, jabatan-jabatan tersebut adalah jabatan yang bukan jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, melainkan jabatan yang berdasarkan pengangkatan dan/atau penunjukan. Permohonan ketiganya terkait hal tersebut di UU Pemilu dikabulkan sebagian.

Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo memimpin sidang pengucapan putusan sela (dismissal) sengketa Pilkada 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (4/2/2025). Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTO

“Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 426 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘mengundurkan diri karena mendapat penugasan dari negara untuk menduduki jabatan yang tidak melalui pemilihan umum’,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan dikutip dari laman MK, Jumat (21/3).

Dalam pertimbangan hukum, Wakil Ketua MK Saldi Isra menekankan bahwa meskipun pengunduran diri merupakan hak calon terpilih, mandat rakyat yang diberikan melalui pemilu harus menjadi pertimbangan utama sebelum mengambil keputusan untuk mengundurkan diri.

“Ketika seorang calon terpilih berhasil meraih suara terbanyak, maka keterpilihannya merupakan mandat rakyat yang harus dihormati. Suara rakyat yang diberikan dalam pemilu merupakan perwujudan demokrasi dan tidak boleh diabaikan,” ujar Saldi Isra.

Wakil Ketua Hakim Konstitusi Saldi Isra mengikuti sidang perdana perselisihan hasil Pemilu (PHPU) atau Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan

Menurut MK, pengunduran diri seorang calon legislatif terpilih dapat meniadakan suara pemilih yang telah memilihnya. Dalam sistem pemilu proporsional terbuka, pemilih dapat memilih berdasarkan figur calon yang diusung. Jika calon yang terpilih mengundurkan diri, suara rakyat menjadi tidak bermakna dan menimbulkan ketidakpastian hukum.

Kemudian Hakim Konstitusi Arsul Sani menjelaskan ketidakjelasan dalam Pasal 426 ayat (1) UU Pemilu berpotensi menimbulkan praktik yang tidak sehat dalam demokrasi. Pasal ini tidak memberikan batasan yang jelas mengenai alasan yang dapat digunakan untuk pengunduran diri calon terpilih.

Akibatnya, penyelenggara pemilu hanya memproses pengunduran diri tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap pemilih.

MK menilai bahwa batasan dalam pengunduran diri calon terpilih diperlukan untuk menjaga prinsip kedaulatan rakyat dalam pemilu. Oleh karena itu, MK memutuskan bahwa pengunduran diri calon terpilih harus memiliki alasan yang jelas dan konstitusional.

Dua isu utama yang menjadi pertimbangan MK dalam putusan ini adalah pengunduran diri karena pencalonan sebagai kepala daerah dan pengunduran diri terkait kepentingan tugas negara.

MK juga menyatakan bahwa pengunduran diri untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat.

Hakim Konstitusi Arsul Sani mengikuti sidang perdana perselisihan hasil Pemilu (PHPU) atau Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan

Putusan MK

Exit mobile version