Selain itu, Saleh menilai pengalihan fungsi Dana Desa sebagai instrumen pembangunan lokal akan terganggu, sementara desa tetap harus menanggung risiko pembiayaan tanpa memiliki kontrol atas pengambilan keputusan dan pengelolaan koperasi.
“Ini menempatkan desa dalam posisi subordinat terhadap skema utang nasional,” ujarnya.
Dikonfirmasi terpisah, Peneliti Celios Galau D. Muhammad menambahkan bahwa legalitas pengelolaan modal KMP masih dipertanyakan, meskipun dibackup oleh bank Himbara. Ia menekankan bahwa Dana Desa merupakan hak otonom desa yang tidak boleh diintervensi.
“Proporsi terbesar penggunaannya seharusnya ditentukan oleh desa sesuai kebijakan ekonomi lokal. Tidak ada dasar hukum yang memaksa desa tunduk pada skema alokasi pusat. Justru Himbara yang dikorbankan,” katanya.
Ia juga mengungkap risiko besar yang harus ditanggung bank Himbara jika terjadi kegagalan dalam skema ini.
“Risiko residual yang ditanggung Himbara bisa mencapai Rp2,8 triliun hingga Rp4,6 triliun per bulan jika terjadi keterlambatan transfer. Ini risiko yang tidak main-main,” tegas Galau. (*Bloomberg Technoz)