Dijelaskannya, pada 21 April 2025, Rektor PTN menerima tembusan surat somasi dari kuasa hukum korban sebelumnya, yang ditujukan langsung kepada terlapor. Kampus lalu meneruskan surat tersebut ke Satgas PPKPT.
Pada 28 April 2025, Satgas PPKPT bertemu korban untuk mengklarifikasi isi somasi dan memberikan pendampingan awal. Di hari yang sama, tim juga memanggil terlapor untuk mendengarkan keterangannya.
Rentang 7–28 Mei 2025, Satgas PPKPT mengajukan asesmen psikologis terhadap korban ke lembaga PPSDM kampus. Korban menjalani tiga sesi asesmen bersama psikolog profesional, dengan seluruh biaya ditanggung oleh pihak kampus sebagai bentuk tanggung jawab institusional.
Hasil asesmen psikologis yang diterima pada 13 Juni 2025 menyimpulkan bahwa korban mengalami trauma berat akibat peristiwa tersebut. Berdasarkan rekomendasi tim psikolog dan hasil investigasi, Satgas PPKPT mengeluarkan rekomendasi kepada rektor agar menjatuhkan sanksi skors kepada terlapor. SK skorsing tersebut telah ditandatangani rektor dan tinggal disampaikan kepada pihak terlapor.
“Kami menuntut agar hak-hak korban benar-benar dipenuhi. DAMAR tidak akan tinggal diam. Kasus ini akan kami bawa ke jalur hukum secara serius,” tegas Afrintina.
Jika ingin ditambahkan kutipan korban atau respons dari pihak kampus/terlapor, berita ini bisa dikembangkan lebih jauh. Perlu juga pengawalan ketat agar tidak berakhir di mediasi semata. Kasus ini jelas menunjukkan lemahnya perlindungan institusi terhadap korban jika tidak diadvokasi secara tegas. (Ranjana.id)