“Pemda harus turun langsung melakukan edukasi, bukan hanya pada anak-anak, tapi juga kepada masyarakat luas, termasuk para pemuka adat dan agama,” katanya.
Kapolres: Pelaku Banyak Berusia Lanjut, Edukasi Tidak Menyentuh Orang Dewasa
Ironisnya, banyak pelaku kekerasan seksual di Piaman justru berasal dari kalangan usia lanjut.
Kapolres Padang Pariaman, AKBP Ahmad Faisol Amir, mengungkapkan bahwa minimnya edukasi tentang bahaya kekerasan seksual pada kelompok usia dewasa memperburuk situasi.
“Motif pelaku tidak lain karena hasrat seksual yang tidak terkendali. Kebanyakan pelaku adalah orang tua atau kerabat dekat korban. Edukasi selama ini hanya menyentuh anak-anak, tetapi tidak pada orang dewasa yang berpotensi menjadi pelaku,” katanya.
Kapolres menilai, pendekatan pencegahan harus diubah. “Jangan hanya berfokus pada anak-anak. Edukasi soal kekerasan seksual juga harus menyentuh orang dewasa. Jika tidak, siklus ini akan terus berulang,” tegasnya.
Nagari Layak Anak Hanya Slogan?
Kebijakan Nagari Layak Anak yang didengungkan pemerintah daerah dinilai hanya slogan tanpa implementasi nyata.
Fatmiyeti menilai, program ini hanya sebatas label tanpa perlindungan riil bagi anak-anak.
“Apa yang layak dari nagari ini jika korban malah diusir? Apa yang layak jika anak-anak terus menjadi korban tanpa ada jaminan perlindungan?” kritiknya.
Menurutnya, kebijakan ini tidak akan berjalan tanpa melibatkan seluruh komponen masyarakat secara aktif.
“Jika pemerintah hanya mengandalkan pertemuan dan musyawarah tanpa aksi nyata, maka angka kekerasan seksual akan terus naik setiap tahun,” tegasnya.
Masyarakat Harus Terlibat Baik pemerintah, aparat penegak hukum, maupun aktivis perlindungan anak sepakat bahwa solusi terbaik adalah memperkuat kontrol sosial di tingkat nagari.
“Kita perlu membangun kembali sistem kontrol sosial yang dulu ada di kampung-kampung. Jangan ada lagi pembiaran terhadap kekerasan seksual. Setiap warga nagari bertanggung jawab melindungi anak-anak kita,” ujar Yota Balad.
Namun, upaya ini akan sia-sia tanpa keberanian masyarakat untuk melaporkan dan mendampingi korban.
“Kami tidak bisa bekerja sendiri. Tanpa keterlibatan masyarakat, kebijakan apa pun tidak akan berhasil,” kata Rudi Repenaldi.(*)