Kepala Kejari Padang, Aliansyah, didampingi Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus), Yuliandri, mengatakan bahwa penetapan DK sebagai tersangka didasarkan pada alat bukti yang cukup.
“Tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat (1) Jo pasal 3, Jo pasal 8 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ungkap Yuliandri dalam konferensi pers, Kamis (17/4/2025).
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, DK yang menjabat sebagai mantri di bank tersebut langsung ditahan oleh penyidik. Ia akan ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Padang selama 20 hari ke depan sambil menunggu pelengkapan berkas perkara.
DK diduga memainkan peran penting dalam pengajuan dana KUR yang tidak sesuai prosedur. Ia bekerja sama dengan seorang perempuan berinisial UA, yang lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka. UA berperan sebagai calo yang merekrut warga sebagai calon debitur.
“UA mencari calon nasabah di wilayah Simpang Haru, Padang, lalu mengumpulkan dokumen identitas seperti KTP dan KK untuk diserahkan kepada DK,” jelas Yuliandri.
Sebagai mantri, DK memiliki wewenang untuk memverifikasi lapangan, menilai kelayakan usaha, dan merekomendasikan pencairan dana. Namun, DK justru memanfaatkan jabatannya untuk menyalahgunakan kewenangan.
Penyidik menduga DK memfasilitasi pencairan dana KUR kepada 51 debitur yang tidak memenuhi syarat. Seluruh data usaha hingga izin dan foto lokasi disusun secara fiktif, dengan sepengetahuan kedua tersangka.
Dana KUR yang cair, berkisar Rp30 juta hingga Rp100 juta per debitur, tidak digunakan untuk pengembangan usaha, melainkan dikuasai oleh UA. DK turut menerima keuntungan dari pencairan tersebut.
Modus lain yang ditemukan penyidik adalah upaya kedua tersangka menutupi kejahatan mereka dengan tetap membayar cicilan secara bertahap. Namun, sejak Januari hingga Juli 2024 terjadi kemacetan pembayaran, yang menyebabkan 51 pinjaman tersebut masuk kategori kolektibilitas 5 atau kredit macet.
Akibat perbuatan tersebut, negara mengalami kerugian sebesar lebih dari Rp1,9 miliar pada salah satu bank BUMN. DK disebut bukan hanya sebagai pelaku pembantu, melainkan sebagai penggerak utama dalam skema korupsi ini.
Padahal, program KUR sejatinya merupakan bentuk dukungan pemerintah terhadap pembiayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Sementara itu, penasihat hukum DK, Simon, menyatakan pihaknya menghormati proses hukum yang sedang berjalan. (*Fakta)