Tren  

Yang Tua Bisakah Merepresentasikan Yang Muda?

Oleh: Wildanshah adalah Komisaris perkumpulan Warga Muda, Inisiator Local Heroes Network dan Chief Destruction Officer Mindstream!. Sejak awal ia berkarir sebagai youth development specialist yang telah dipercaya baik oleh institusi pemerintahan, lembaga swasta dan CSO. Saat ini ia tergabung kedalam Indonesia Consortium for Cooperative Innovation (ICCI) dan Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI).

Redaksi

KLIKGENZ – Kadang saya suka bingung. Mengapa dalam setiap wacana kepemudaan yang sering bicara malah orang tua? Bahkan dalam dunia literasi, “orang-orang tua” justru lebih dominan menulis dan “mengadvokasi” hak-hak generasi muda.

Ini bisa jadi keberpihakan atau malah sebaliknya, pengendalian dan penguasaan terhadap narasi-narasi kepemudaan agar sesuai dengan kepentingan “orang-orang tua” yang menduduki kekuasaan.

“Orang-orang tua” yang saya bahas disini adalah mentalitas berfikir yang anti perubahan, konservatif, statis, menjaga status qou, berorientasi pada masa lalu, terjangkit post power syndrom, demagog dan memiliki kecenderung narsistik. “Orang-orang tua” ini bukan hanya menjelma dalam bentuk individu atau agen tetapi juga dalam bentuk struktur sosial.

Baca Juga  Gen Z Lepas Smartphone, Kompak Pindah ke HP Penggantinya

Bisa jadi di Indonesia diam-diam menganut gerontokrasi. Gerontokrasi bisa dikatakan sebagai bentuk pemerintahan yang dikuasai oleh orang-orang tua, yang didalamnya gerontokrasi mendominasi di sektor politik, ekonomi bahkan budaya.

Gerontokrasi sebagaimana patriarki, melahirkan ketimpangan peran-peran sosial di tengah masyarakat. Relasi sosial di tengah hegemoni gerontokrasi dilakukan dengan cara mengendalikan pengetahuan dan media sebagai alat kekuasaan.

Masalah selanjutnya, kemudian muncul politisasi pengetahuan atas tubuh anak muda, kita dijinakan, dibentuk sebagaimana selera “orang tua”.