KLIKGENZ – Kadang saya suka bingung. Mengapa dalam setiap wacana kepemudaan yang sering bicara malah orang tua? Bahkan dalam dunia literasi, “orang-orang tua” justru lebih dominan menulis dan “mengadvokasi” hak-hak generasi muda.
Ini bisa jadi keberpihakan atau malah sebaliknya, pengendalian dan penguasaan terhadap narasi-narasi kepemudaan agar sesuai dengan kepentingan “orang-orang tua” yang menduduki kekuasaan.
“Orang-orang tua” yang saya bahas disini adalah mentalitas berfikir yang anti perubahan, konservatif, statis, menjaga status qou, berorientasi pada masa lalu, terjangkit post power syndrom, demagog dan memiliki kecenderung narsistik. “Orang-orang tua” ini bukan hanya menjelma dalam bentuk individu atau agen tetapi juga dalam bentuk struktur sosial.
Bisa jadi di Indonesia diam-diam menganut gerontokrasi. Gerontokrasi bisa dikatakan sebagai bentuk pemerintahan yang dikuasai oleh orang-orang tua, yang didalamnya gerontokrasi mendominasi di sektor politik, ekonomi bahkan budaya.
Gerontokrasi sebagaimana patriarki, melahirkan ketimpangan peran-peran sosial di tengah masyarakat. Relasi sosial di tengah hegemoni gerontokrasi dilakukan dengan cara mengendalikan pengetahuan dan media sebagai alat kekuasaan.
Masalah selanjutnya, kemudian muncul politisasi pengetahuan atas tubuh anak muda, kita dijinakan, dibentuk sebagaimana selera “orang tua”.