KlikGenZ – Di tengah maraknya budaya visual dan dominasi media sosial, konsep beauty privilege atau privilese kecantikan semakin mendapat sorotan. Fenomena ini merujuk pada perlakuan khusus yang kerap diterima oleh individu dengan penampilan menarik—baik dalam interaksi sosial, akses layanan, hingga peluang profesional.
Realitas tersebut semakin relevan di Indonesia, di mana standar kecantikan kerap dibentuk oleh pengaruh luar dan diperkuat oleh algoritma media sosial yang cenderung mengedepankan visual estetis. Mereka yang sesuai dengan standar ini sering kali mendapat lebih banyak kemudahan dan pengakuan, sementara yang tidak sesuai justru terpinggirkan.
Dari kesempatan kerja yang lebih luas, pelayanan yang lebih ramah, hingga popularitas di dunia maya beauty privilege menciptakan ketimpangan yang tidak kasat mata namun nyata terasa.
Sebuah survei yang dirilis ZAP Clinic mengungkapkan, 96,2% perempuan di Indonesia menyadari adanya beauty privilege yang memengaruhi peluang atau keberuntungan seseorang. Hanya 3,8% responden yang tidak merasakannya.
“Beauty privilege sangat erat kaitannya dengan konstruksi sosial tentang kecantikan yang membuat banyak perempuan Indonesia mempertanyakan ulang makna ‘cantik’ itu sendiri,” ungkap ZAP dalam laporannya.
Cantik Tak Lagi Soal Makeup