Tren  

Kepercayaan Konsumen Melemah, Sinyal Perekonomian RI Masih Lesu

Redaksi
Foto: Infografis/ Pendapatan Warga RI

JAKARTA | KlikGenZ – Tingkat kepercayaan konsumen Indonesia masih tertahan di zona optimis, namun cenderung stagnan dan mulai menunjukkan sinyal peringatan. Laporan Bank Indonesia terbaru mencatat, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Juni 2025 hanya mencapai 117,8  naik tipis dari Mei yang berada di angka 117,5.

Kendati masih berada di atas ambang batas optimisme (100), capaian ini mencerminkan kepercayaan yang rentan, apalagi jika dibandingkan dengan data historis. Mei 2025 menjadi titik terendah sejak September 2022, ketika ekonomi nasional masih bergulat bangkit dari pandemi Covid-19.

Minimnya peningkatan pada masa libur sekolah periode yang biasanya mendorong konsumsi rumah tangga  justru menandakan adanya kekhawatiran dari masyarakat. Ini menjadi pertanda bahwa daya beli dan optimisme terhadap kondisi ekonomi belum sepenuhnya pulih.

Baca Juga  Gen Z Lepas Smartphone, Kompak Pindah ke HP Penggantinya

Sebagai catatan, IKK mengukur persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi ke depan. Maka, tren pelemahan ini dapat berdampak langsung pada laju konsumsi domestik, yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi nasional, dengan kontribusi lebih dari 50% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).


Ekspektasi Penghasilan Menurun, Rasa Pesimis Kian Meningkat

Tak hanya soal belanja, masyarakat Indonesia juga mulai meragukan prospek penghasilan mereka. Indeks Ekspektasi Penghasilan (IEP) untuk Juni 2025 turun menjadi 133,2 dari sebelumnya 135,4. Penurunan ini merupakan yang paling rendah sejak Desember 2022.

IEP adalah barometer kepercayaan masyarakat terhadap kemungkinan kenaikan penghasilan dalam enam bulan ke depan. Dengan tren penurunan ini, dapat disimpulkan bahwa warga semakin pesimis akan adanya perbaikan ekonomi personal hingga akhir tahun.

Baca Juga  Siapkah Kamu jadi Generasi Emas 2045

Salah satu faktor pemicunya adalah tren Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang masih tinggi. Sepanjang 2023, jumlah pekerja yang terkena PHK tercatat 64.855 orang. Angka ini melonjak 20% pada 2024 menjadi 77.965 orang. Sementara itu, hanya dalam dua bulan pertama 2025 saja, sudah terjadi lebih dari 15 ribu PHK — menandai tekanan serius yang dialami sektor usaha.

Tingginya angka PHK tak hanya berdampak langsung pada para pekerja, tetapi juga menekan psikologis masyarakat secara umum. Ketakutan akan kehilangan pekerjaan, stagnasi pendapatan, hingga minimnya peluang kerja baru menjadi faktor pendorong menurunnya ekspektasi penghasilan.