Tren  

Ketokohan Era Digital: Tantangan Narasi, Hoaks, dan Kepentingan Pribadi

Oleh: AZWAR MARDIN

Redaksi

Kita terlalu sering disuguhkan tulisan yang tampil seperti berita atau opini, namun sesungguhnya hanya luapan perasaan pribadi yang dibungkus dengan bahasa retoris. Banyak narasi yang miskin logika, minim data, dan dangkal dalam analisis, hingga pembaca hanya disodori pandangan sepihak yang memperkeruh suasana, bukan mencerdaskan.

Di sinilah pentingnya literasi dan etika dalam menyampaikan opini. Jika ingin menyuarakan sesuatu ke ruang publik, mari gunakan dasar yang kuat: data, fakta, dan pemahaman yang jernih. Kita harus belajar menahan diri, memilah mana yang layak dikatakan, dan mana yang hanya sebaiknya disimpan sebagai refleksi pribadi.

Tulisan ini saya hadirkan sebagai ajakan reflektif bagi siapa saja yang merasa dirinya tokoh, atau yang berperan menyebarkan informasi. Mari kita gunakan kekuatan kata dan narasi untuk menguatkan, bukan melemahkan. Untuk membangun pemahaman bersama, bukan menabur prasangka.

Baca Juga  Siapkah Kamu jadi Generasi Emas 2045

Karena sesungguhnya, kemajuan suatu daerah dan masyarakat bukan ditentukan oleh seberapa lantang suara kita di media sosial, tetapi oleh seberapa besar tanggung jawab kita dalam menjaga kualitas informasi dan narasi yang kita hadirkan untuk publik.(*)