Tren  

Kredit Sulit Diakses, Masyarakat Kecil Terjepit, Negara Harus Hadir

Akses kredit perbankan yang rumit membuat masyarakat kecil dan UMKM terpaksa beralih ke pinjaman online atau rentenir. Kebijakan afirmatif negara sangat mendesak untuk membuka jalan keluar.

Redaksi

KlikGenZ | Masyarakat kecil dan pelaku UMKM masih menghadapi tembok tebal ketika berhadapan dengan bank. Akses terhadap kredit formal nyaris tertutup rapat, bukan hanya karena prosedur yang rumit, tetapi juga karena struktur sistem keuangan yang lebih berpihak pada keamanan dan profit ketimbang keberpihakan sosial.

Agunan yang minim, catatan transaksi yang tidak lengkap karena mayoritas masih bertransaksi tunai, serta riwayat kredit yang terlanjur tercoreng di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK), menjadi faktor utama masyarakat kelas bawah gagal mengakses kredit. Bank, dengan logika bisnisnya yang berorientasi pada agunan dan risiko, lebih memilih menyalurkan pinjaman kepada debitur yang punya aset jelas dan mudah dilikuidasi.

Baca Juga  Realisasi Dana Desa Pasaman Barat Capai Rp52 Miliar hingga Juni 2025

Kondisi ini menimbulkan dampak serius. Ketika kredit formal buntu, pintu lain yang terbuka adalah pinjaman online atau rentenir. Keduanya menawarkan kemudahan, tapi dengan harga yang mencekik: bunga tinggi dan potensi jeratan utang jangka panjang. Fenomena ini bukan sekadar problem finansial, melainkan ancaman sosial yang membuat masyarakat kecil semakin sulit bangkit.

Di tengah situasi ini, ada harapan melalui pendekatan humanis dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan kebijakan relaksasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Namun, langkah itu belum cukup bila tidak ditopang optimalisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk program-program nyata yang memperkuat daya beli masyarakat, membuka lapangan kerja, dan mengurangi ketimpangan akses keuangan.

Baca Juga  Beauty Privilege di Indonesia: Ketimpangan Tersembunyi di Era Media Sosial

Negara tidak boleh membiarkan masyarakat kecil terjepit di antara tembok bank dan cengkeraman rentenir. Perlu keberanian membuat kebijakan afirmatif yang benar-benar berpihak pada rakyat kecil. Sebab, tanpa intervensi yang jelas, mimpi menjadikan UMKM sebagai tulang punggung ekonomi hanya akan tinggal jargon.*